Ada beberapa hal yang sangat menarik untuk kita garis-bawahi dari kisah di atas : Pertama, bahwa ajaran ber-qurban datangnya dari Allah SWT, sebuah ajaran yang agung, yang membuktikan kedekatan sang hamba kepada Rab-nya, sebuah proses pendakian yang suci menuju Allah Yang Maha Agung, Pencipta langit dan bumi, Pemilik alam semesta dan segala isinya. Itulah mengapa istilah yang dipakai adalah "qurban" yang maknanya bearti pendekatan.
Kedua, Apa yang biasa kita buktikan melalui kisah di atas bahwa berqurban merupakan salah satu proses pendekatan kepada Allah SWT?
Jawabannya :
- Kepribadian Nabi Ibrahim, yang demikian total menunjukkan
ketaatannya kepada Allah. Tidak terlihat dalam sikapanya sebuah
keraguan, atau keberatan. Begitu menerima perintah dari Allah untuk
menyembelih anak kesayangannya, Ismail, - anak yang ditunggu-tunggu
kelahirannya sekian lama sampai ia mencapai usia tua - Nabi Ibrahim
langsung mendatangi Ismail dan menympaikan perintah tersebut. Padahal
secara psikologis Nabi Ibrahim sungguh sangat membutuhkan seorang
keuturunan. Bayangkan, di tengah pengembaraan yang jauh, di sebuah
lembah padang sahara yang kering, tanpa pohonan dan tanaman, Nabi
Ibrahim hidup. Ditambah lagi usianya yang memang sudah sangat mebutuhkan
seorang anak muda untuk menopang ketidakmampuannya. Tapi lihatlah,
totalitas penyerahan diri Nabi Ibrahim kepada Sang Pemilik Bumi dan
langit.
- Kepribadian Nabi Ismail, yang benar-benar memhami keaguangan
perintah Allah. Artinya bahwa perintah itu harus segera dilaksanakan.
Tidak usah ditawar-tawar dan ditunda-tunda lagi. Seketika ia berserah
diri dengan penuh kesabaran. Sungguh ungkapan Nabi Ismail dengan
panggilan "yaa abati" mengekspresikan kecintaan nabi Ismail dan
kedekatannya kepada sang ayah, pun juga kepasrahan totalnya terhadap
perintah Allah, dimana dengan ungkapan itu tergambar dengan jelas bahwa
ia tidak merasa kaget sama sekali. Melainkan langsung menerimanya dengan
lapang dada dan penuh kepasrahan.
- Sikap Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail, yang tanpa banyak bicara dan diskusi dalam menerima "isyarat" yang terlihat dalam mimpinya "ru'ya", di mana kaduanya langsung bergerak menuju tempat penyembelihan. Nabi Ismail langsung berbaring, meletakkan pelipisnya ke bumi. Nabi Ibrahim langsung bergerak untuk menyembelihnya. Sungguh sebuah pemandangan yang sangat mengharukan. Dan dari peristiwa itu terlihat dengan jelas hakikat kepasrahan dan ketaatan yang hakiki dari kedua hamba tersebut, kepada Allah, Tuhannya. Allah seketika menyaksikan kesungguhan kedua hamba itu dalam mentaati perintah-Nya. Allah berfirman "qad saddaqta ru'ya", kau telah membenarkan "ru'ya" itu (wahai Ibrahim), dan kau telah melaksanakannya. Allah seketika pula menggantikan Nabi Ismail dengan seekor sembelihan yang besar. Sebab yang paling utama dari hakikat qurban ini, adalah sejauh mana tingkat kepasrahan sang hamba kepada Allah SWT, dan sejauh mana tingkat ketaatannya kepada-Nya, sejauh mana tingkat ketabahannya dalam menjalani ajaran yang telah Allah tetapkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar